republika - Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang tua, ibu bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah dan
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan
kepada dua orang ibu bapakmu. Hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS Luqman: 14)
Mahasuci Allah Dzat yang tak pernah bosan mengurus semua hamba-Nya. Yang
telah menjadikan amalan memuliakan orang tua (birul walidain) sebagai amalan
yang amat dicintai-Nya. Demi Allah, siapa pun yang selalu berusaha untuk
memuliakan kedua orang tuanya, niscaya akan Ia angkat derajatnya ke tempat
paling tinggi di dunia maupun di akhirat.
Alangkah tepat andai firman
Allah tersebut kita baca berulang-ulang dan kita renungkan dalam-dalam. Sehingga
Allah berkenan mengaruniakan cahaya hidayahnya kepada kita, mengaruniakan
kesanggupan untuk mengoreksi diri dan mengaruniakan kesadaran untuk bertanya:
"Telah seberapa besarkah kita memuliakan ibu bapak?". Boleh jadi kita sekarang
mulai mengabaikan orang tua kita. Bisa saja saat ini mereka tengah memeras
keringat banting tulang mencari uang agar studi kita sukses. Sementara kita
sendiri mulai malas belajar dan tidak pernah menyesal ketika mendapatkan nilai
yang pas-pasan. Bahkan, dalam shalat lima waktunya atau tahajudnya mereka tak
pernah lupa menyisipkan doa bagi kebaikan kita anak-anaknya.
Tetapi,
berapa kalikah dalam sehari semalam kita mendoakannya? Shalat saja kita sering
telat dan tidak khusyuk. Ada seorang perwira tinggi yang sukses dalam karirnya,
ternyata memiliki jawaban yang "sederhana" ketika ditanya seseorang, "Waktu
kecil apakah Bapak pernah bercita-cita ingin jadi seorang jenderal?" Pertanyaan
itu dijawabnya dengan tegas; "Saya tidak pernah bercita-cita seperti itu, kalau
pun ada yang saya dambakan ketika itu, bahkan hingga sekarang, saya hanya ingin
membahagiakan kedua orang tua saya!" Betapa dengan keinginan yang sepintas
tampak sederhana, ia memiliki energi yang luar biasa, sehingga mampu menempuh
jenjang demi jenjang pendidikan dengan prestasi gemilang.
Bahkan ketika mulai masuk dinas ketentaraannya, ia mampu meraih jenjang demi
jenjang dengan gemilang pula, hingga sampai pada pangkat yang disandangnya
sekarang. Subhanallah. Karena itu, kita jangan sampai mengabaikan amalan yang
sangat disukai Allah ini. Rasulullah SAW menempatkan ibu "tiga tingkat" di atas
bapak dalam hal bakti kita pada keduanya. Betapa tidak, sekiranya saja kita
menghitung penderitaan dan pengorbanan mereka untuk kita, sungguh tidak akan
terhitung dan tertanggungkan. Seorang ulama mengatakan, "Walau kulit kita
dikupas hingga telepas dari tubuh tidak akan pernah bisa menandingi pengorbanan
mereka kepada kita."
Berbulan-bulan kita bebani perut ibu, hingga ketika
ia miring dan bergerak jadi sulit, karena rasa sakit menahan beban kita di dalam
perutnya. Berjalan berat, duduk pun tak enak, tapi ia tak pernah kecewa.
Sebaliknya, ia selalu tersenyum. Begitu pun ketika melahirkan, ibu kita
benar-benar dalam keadaan hidup mati. Darah berhamburan, keringat bercucuran.
Sakit tiada terperi. Namun, ia ikhlas! Manakala melihat kita si jabang bayi,
hilanglah semua penderitaan. Senyum pun tersungging, walau tubuh lunglai tatkala
mendengar tangisan kita, yang kelak banyak menyusahkannya. Ingatkah kita ketika
masih bayi? Kepalanya kita kencingi. Badannya kita beraki. Sedang tidur pun kita
bangunkan. Kita suruh ia mencuci popok hampir setiap waktu.
Tiba waktu
sekolah, orang tua kita harus peras keringat banting tulang, bahkan mau bertebal
muka, ngutang ke sana ke sini. Semuanya dilakukan agar anak-anaknya bisa
sekolah, bisa berpakaian seragam yang pantas. "Rutinitas" itu berlangsung
bertahun-tahun, mulai dari SD, SMP, SMA, hingga kita kuliah. Bahkan, setelah
menikah pun tetap saja kita menyusahkan dan membebani mereka dengan aneka
masalah. Benar-benar tak tahu malu, kita menengadahkan tangan pada kedua orang
tua sekian tahun lamanya. Semua contoh di atas seharusnya menyebabkan kita bisa
mengukur diri, apa yang bisa kita lakukan untuk keduanya selama ini? Betapa
sering kita mengiris-iris hatinya. Mulai dari tingkah-laku kita yang jauh dari
kesopanan, ucapan yang terkadang menyakitkan, hingga perlakuan kita yang sering
merendahkan.
Yang lebih kurang ajar lagi, kita sering memperlakukan mereka sebagai pembantu.
Bahkan ada di antara kita yang malu mempunyai orang tua yang lugu dan sederhana.
Tentu kita terlahir ke dunia tidak untuk berlaku rendah seperti itu. Allah dan
Rasul-Nya tidak akan pernah ridha melihat kelakuan tersebut. Dari sinilah kita
harus berusaha menjaga hubungan baik dengan mereka, karena di sana terbuka pintu
surga. Ridha orang tua adalah ridha Allah SWT. Betapapun ada satu dua perlakukan
orang tua kita yang kurang berkenan di hati, tapi ingatlah bahwa darah dagingnya
mengalir dan melekat di diri kita? Makanan yang sehari-hari kita makan pun
adalah buah dari tetesan keringatnya.
Alangkah lebih baik apabila kita
bersabar dan teruslah panjatkan doa. Karena itu, jangan tunda waktu untuk
membahagiakan mereka. Mohonkanlah maafnya atas segala kesalahan dan kelalaian
kita selama ini. Karena siapa tahu Allah akan segera menakdirkan perpisahan
antara kita dengan mereka untuk selama-lamanya. Kalau keduanya sudah berada di
dalam kubur, bagaimana kita bisa mencium tangannya. Kita tidak bisa
mempersembahkan bakti apapun kalau mereka sudah terbujur kaku. Jangan enggan
untuk menjaga, membela, membahagiakan, memuliakan, menghormati, dan berbuat yang
terbaik terhadap keduanya. Jangan lupa untuk selalu mendoakan keduanya agar
mendapatkan khusnul khatimah.
Mudah-mudahan perjuangan kita yang ikhlas
dalam memuliakan keduanya membuat Allah ridha, sehingga Ia berkenan mengangkat
derajat mereka berdua dan kita pun menjadi hamba yang berada dalam naungan
cahaya ridha-Nya. Wallahu a'lam bish-shawab.
|
|
Di kutip dari: KH Abdullah Gymnastiar |
|
Baca Selengkapnya...